Wednesday, August 31, 2016

Adolescents’ Sexuality and School-Based Sex Education in South Korea



Abstract
The aim of this study was to assess adolescents’ sexuality and to gather student opinions on current school-based sex education in South Korea. A self-administered questionnaire survey was conducted in Seoul, Incheon, and Kyunggi Province to assess the status and needs of high school sexuality education. Survey data was obtained from 1,130 senior high school students.
The rates of sexual intercourse for boys and girls were 33.1% and 13.2% respectively. Boys were more likely to be sexually involved (p = .000) and experienced earlier at first sexual intercourse than girls (p = .006). Among students who had sexual intercourse, only 20.3% (21.1% of boys and 19.1% of girls) used contraceptives at first sexual intercourse. The proportion of respondents who had had sexual intercourse was higher among those with poor self-perceived academic performance (p = .000). The proportion was also higher among those with a boy or girl friend (p = .000). Other risk-taking behaviors such as smoking and drinking were associated with sexual activity (p =.000).
This study found that most students were not satisfied with sex education because of teachers’ lack of information and skills in delivering it. Most teachers providing sex education were not qualified and/or trained. They should receive adequate training and guidelines for the training. Training should also give teachers time to practice and become comfortable in delivering it.

Opini
Jurnal ini bertujuan mengetahui kebutuhan / needs dari para remaja, khususnya yang bersekolah di SMA, di Korea Selatan, akan pendidikan seks berbasis sekolah. Situasi di Korea Selatan adalah para remaja banyak yang sudah aktif secara seksual dan tren usianya semakin hari semakin muda. Peran orang tua dan guru di sekolah sangat penting dalam mendidik para remaja agar mereka menunda hubungan seksual sebelum benar-benar siap dalam hubungan yang dewasa. Para orang tua cenderung malu bila membicarakan hal-hal terkait seks dengan anak-anak mereka, akibatnya para remaja cenderung mencari informasi sendiri dan mencoba-coba dengan teman-teman mereka. Maka, sekolah memegang peran penting dalam pendidikan seks.
Kementerian Pendidikan Korsel sudah menawarkan banyak usaha untuk program pendidikan seks berbasis sekolah sejak tahun 1980-an. Mereka merekomendasikan sekolah-sekolah untuk mengalokasikan 10-12 jam untuk pendidikan seks dalam satu minggu setiap tahun.  Kenyataannya banyak sekolah-sekolah yang tidak melaksanakan rekomendasi, bahkan tidak mengadakan pendidikan seks, sesuai anjuran dari Kementerian Pendidikan Korsel.
Dari hasil survei yang dilakukan kepada 1.130 remaja di tingkat SMA di Korea Selatan, baik remaja laki-laki maupun perempuan lebih banyak menggunakan video untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka terhadap seks, dibanding media lain seperti komik, majalah, film, dan internet. Hal ini dapat menimbulkan persepsi yang keliru dan bersifat kurang informatif.
Dari 1.130 responden remaja, 961 orang telah menerima pendidikan seks berbasis sekolah. Hanya 4,8% dari mereka yang mengaku terpuaskan oleh pendidikan seks yang telah diberikan. Alasan terkuat adalah materi yang diberikan kurang informatif (tidak sesuai yang ingin diketahui), diikuti dengan alasan-alasan lain seperti tenaga pengajar yang menyampaikan materi kurang terlatih, materi yang diberikan kurang banyak,  metode pengajaran kurang interaktif, waktu yang dialokasikan kurang, dan tidak ada ketertarikan untuk belajar di pendidikan seks lebih lanjut. Topik terkuat yang ingin dibahas dalam pendidikan seks adalah kontrasepsi (cara mendapatkan dan penggunaannya), diikuti oleh penyakit menular seksual, HIV/AIDS, perilaku seksual (termasuk homoseksualitas), kehamilan tak diinginkan (termasuk aborsi), membina hubungan dengan calon pasangan, dan faktor sosial (termasuk peran dan kesetaraan gender).
95% responden setuju bahwa pendidikan seks berbasis sekolah sangat penting. 91,4% responden setuju bahwa pendidikan seks harus ditawarkan di sekolah. 68,5% responden setuju bahwa pendidikan seks di sekolah bersifat wajib. 74,6% responden setuju bahwa pendidikan seks dimulai sejak SD.
Jurnal ini menilai keberhasilan program pendidikan seks berbasis sekolah yang telah direkomendasikan oleh Kementerian Pendidikan Korea Selatan. Program yang dijalankan tidak menemui kebutuhan dari sasaran program (siswa-siswi SMA di Korea Selatan).  Hal ini disebabkan karena faktor materi yang diberikan dan tenaga pengajar yang menyampaikan materi. Dari hasil penilaian ini bisa dirancang program lain, atau memperbaiki program yang sudah ada yang bisa memenuhi kebutuhan dari sasaran program.   
Situasi di Korea Selatan tidak berbeda jauh dengan di Indonesia, di mana banyak remaja SMA yang sudah aktif secara seksual dan minimnya pengetahuan para remaja tentang seks. Program pendidikan seks berbasis sekolah akan lebih berjalan sesuai harapan bila materinya sudah diperbaharui  (sesuai dengan yang ingin diketahui para siswa) dan tenaga pengajarnya kompeten (tidak canggung atau monoton dalam menyampaikan materi).

Referensi

Sohn, Ae-Ree; Han, Hee-Jeong. 2002. Adolescents’ Sexuality and School-Based Sex Education in South Korea. Korean Journal of Health Education and Promotion. Volume 19. Issue 4. pp.45-60. Available at www.koreascience.or.kr/article/ArticleFullRecord.jsp?cn=BGGJBY_2002_v19n4_45 [Accessed on August 30th 2016]

No comments:

Post a Comment